Sabtu, 14 Mei 2011

PERAWATAN RERINEUM PADA MASA NIFAS

A. TINJAUAN TEORI
1) Konsep Dasar Nifas
a. Pengertian nifas
Masa nifas ialah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alal-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama enam minggu
(Saifuddin, 2001).
Klasifikasi masa nifas terbagi dalam tiga periode menurut Suherni dkk, 2009 yaitu :
1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan.
2) Puerperium intermedial adalah kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote purperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna.
b. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Perubahan Uterus
Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas (Suherni dkk, 2009).
Ukuran uterus mengecil kembali setelah 2 hari pasca persalinan setinggi sekitar umbilicus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil. Uterus akan mengalami pengecilan (involusi) secara berangsur – angsur sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil (Suherni, 2009). Mengenai tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perubahan Uterus (Suherni, 2009)
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir Dua jari bawah pusat 750 gram
Satu minggu Pertengahan pusat – symphisis 500 gram
Dua minggu Tak teraba di atas symphisis 350 gram
Enam minggu Bertambah kecil 50 gram
Delapan minggu Sebesar normal 30 gram



b. Pengeluaran lochea
1) Lochea Rubra / Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa – sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium (Eny, 2010).
2) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampi hari ke 7 postpartum (Eny,2010).
3) Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekan atau laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum (Eny,2010).
4) Lochea Alba / Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2 minggu sampai 6 minggu postpartum (Eny,2010).


c. Perubahan Vagina dan Perineum
1) Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan – lipatan atau kerutan – kerutan) kembali (Eny, 2010).
2) Perlukaan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum (Eny, 2010).
3) Perubahan Pada Perineum
Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih mengecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika (Eny, 2010).
Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomy (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Eny, 2010).
2. Perubahan Pada Sistem Pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh. Di samping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri (Suherni, 2009).
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia (Suherni, 2009).
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan (Suherni, 2009) .



3. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih bagian sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung (Suherni, 2009).
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12 – 36 jam post partum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu (Suherni, 2009).
Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang – kadang odem trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitif dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi (Suherni, 2009).
4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot – otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh – pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot – otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Eny, 2010).
Ligament – ligament, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur – angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan (Eny, 2010).
Sebagai akibat putusnya serat – serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan – jaringan penunjang alat genetalia, serta otot – otot dinding perut dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan latihan – latihan tertentu. Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi (Eny, 2010).
5. Perubahan Tanda – Tanda Vital Pada Masa Nifas
a) Suhu Badan
1) Sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,2C – 37,5C. Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara (Suherni, 2009).
2) Bila kenaikan mencapai 38C pada hari kedua sampai hari – hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas (Suherni, 2009).
b) Denyut Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/mnt, yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum (Suherni, 2009).
Pada ibu yang nervus nadinya bias cepat, kira – kira 110 x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock karena infeksi, khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh (Suherni, 2009).
c) Tekanan Darah
Tekanan darah < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bias meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bias timbul pada masa nifas. Namun hal seperti itu jarang terjadi (Suherni, 2009). d) Respirasi Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya tanda – tanda syok (Suherni, 2009).

c. Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan masa nifas paling sedikit empat kali yang dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah – masalah yang terjadi (Saleha, 2009).
Tabel 2.2 Kunjungan Post Partum (Saleha, 2009)
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam setelah persalinan • Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas.
• Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberi rujukan bila perdarahan berlanjut.
• Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
• Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
• Mengajarkan cara mempercepat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
• Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
Jika bidan menolong persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah persalinan • Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau.
• Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca melahirkan.
• Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan isrtirahat.
• Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda – tanda penyulit.
• Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara merawat tali pusat, dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.
3 2 minggu setelah persalinan • Sama seperti di atas (enam hari setelah persalinan).
4 6 minggu setelah persalinan • Menanyakan pada ibu tentang penyulit – penyulit yang dialami atau bayinya.
• Memberikan konseling untuk KB secara dini.

d. Pola Pemenuhan Kebutuhan Masa Nifas
Menurut Suherni (2009) pola pemenuhan kebutuhan masa nifas terbagi menjadi :



1. Gizi
Ibu nifas dianjurkan untuk :
a) Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (Suherni,2009).
b) Mengkonsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada 6 bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500 kalori dalam tahun kedua 400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kebutuhan kalori per harinya. Misal pada ibu dengan kebutuhan per hari 1800 kalori artinya saat masa nifas pada 6 bulan pertama dibutuhkan 1800 kalori plus tambahan 800 kalori sehingga kalori yang dibutuhkan sebanyak 2600 kalori. Demikian pula pada 6 bulan selanjutnya dibutuhkan rata – rata 2300 kalori dan tahun kedua 2200 kalori. Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter didapat dari air minum dan 1 liter dari cairan yang ada pada kuah sayur, buah dan makanan yang lain. Mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40 hari (Suherni,2009).
c) Mengkonsumsi vitamin A 200.000iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak. Pada bulan – bulan pertama kehidupan bayi bergantung pada vitamin A yang terkandung dalam ASI (Suherni,2009).
2. Kebersihan Diri
Menurut Suherni, 2009 ibu nifas dianjurkan untuk :
a) Menjaga kebersihan seluruh tubuh. Mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air.
b) Menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi, BAB/BAK, paling tidak dalam waktu 3-4 jam supaya ganti pembalut.
c) Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh daerah kelamin.
d) Anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi dan laserasi.
3. Istirahat dan Tidur
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk energy menyusui bayinya nanti (Suherni,2009).
Kurang istirahat pada ibu post partum akan mengakibatkan beberapa kerugian (Suherni,2009), misalnya :
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
c) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
4. Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi dini dapat membantu rahim untuk kembali ke bentuk semula (Suherni,2009).
5. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan (Suherni,2009).
6. Eliminasi
a. Buang Air Kecil / BAK
Dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang air kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Kebanyakan ibu bias berkemih spontan dalam waktu 8 jam. Urine dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam waktu 12-36 jam setelah melahirkan (Suherni,2009).
b. Buang Air Besar / BAB
BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema persalinan, diit cairan, obat – obatan analgetik, dan perineum yang sangat sakit. Bila lebih dari 3 hari belum BAB bias diberikan obat laksantia. Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan (Suherni,2009).
7. Pemberian ASI/LAKTASI
Menurut Suherni, 2009 hal yang perlu diberitahukan kepada pasien :
a. Menyusui bayinya segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan.
b. Ajarkan cara menyusui yang benar.
c. Menberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI Ekslusif).
d. Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi (on demand).

2) Luka Robekan Perineum
a. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi secara spontan maupun robekan melalui tindakan episiotomi. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Menurut Wiknjosastro (2000), pada proses persalinan sering terjadi rupture perineum yang disebabkan antara lain :
1) Kepala janin lahir terlalu cepat
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Riwayat jahitan perineum
4) Pada persalinan dengan distosia bahu
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasanya sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak yang dilahirkan dengan pembedahan vaginal (Wiknjosastro, 2000).


b. Tingkat / Derajat Robekan Perineum
Menurut Manuaba (2002), robekan perineum dibagi atas empat tingkat/ derajat antara lain :
1) Derajat I
Robekan terjadi hanya pada mukosa vagina, fourchet posterior dan juga kulit perineum.
2) Derajat II
Robekan mengenai mukosa vagina, fourchet posterior, kulit dan otot perineum.
3) Derajat III
Robekan mengenai mukosa vagina, fourchet posterior, kulit perineum, otot-otot perineum, otot sphincter ani eksternal.
4) Derajat IV
Robekan mengenai Robekan mengenai mukosa vagina, fourchet posterior, kulit perineum, otot-otot perineum, otot sphincter ani eksternal dan juga dinding rektum anterior.
c. Perawatan Luka Perineum
1) Pengertian
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Morison, 2003).
2) Tujuan Perawatan Luka Perineum :
Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
3) Perawatan luka perineum menurut APN adalah sebagai berikut :
a. Personal Hygiene
Meliputi :
1. Menjaga agar perineum selalu bersih dan kering yaitu dengan cara mengelap dengan handuk atau kain bersih setiap selesai buang air kecil / besar.
2. Mencuci luka perineum dengan air dan sabun 3 – 4 x sehari untuk mencegah terjadinya infeksi.
3. Menghindari pemakaian air panas untuk berendam.
b. Nutrisi
Meliputi :
1. Menghindari pemberian obat tradisional misalnya ibu diminta untuk meminum jamu untuk mempercepat kesembuhan luka.
2. Makan makanan yang mengandung energi, protein, mineral, protein dan air.
3. Mengindari pantang makanan untuk mempercepat kesembuhan luka.

c. Cara perawatan luka
Menurut Kartika (2008) untuk menghindari terjadinya infeksi, maka cara membersihkan luka perineum adalah sebagai berikut :
1. Siapkan alat-alat cuci seperti sabun yang lembut, air, baskom, waslap, kasa dan pembalut wanita yang bersih.
2. Cuci tangan di kran atau air yang mengalir dengan sabun.
3. Lepas pembalut yang kotor dari depan ke belakang.
4. Semprotkan atau cuci dengan betadin bagian perineum dari arah depan ke belakang.
5. Keringkan dengan waslap atau handuk dari depan ke belakang.
6. Setelah selesai, rapikan alat-alat yang digunakan pada tempatnya. Cuci tangan sampai bersih.
7. Catat, jika ada prubahan-perubahan perineum, khususnya tanda infeksi.
8. Lakukan tidur dengan ketinggian sudut bantal tidak boleh lebih dari 30 derajat.





3) Kesembuhan Luka Perineum
a. Pengertian
Penyembuhan luka adalah panjang waktu proses pemulihan pada kulit karena adanya kerusakan atau disintegritas jaringan kulit (Eny,2009).
b. Tahapan penyembuhan luka
Penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cedera pada tubuh. Ada 4 fase penyembuhan luka (Eny dkk, 2009)yaitu :
1. Hemostatis
Fase vascular ini terjadi segera setelah terdapat kerusakan jaringan. Terjadi vasokonstriksi untuk meminimalkan perdarahan dan membantu terjadinya proses koagulasi. Terbentuk bekuan fibrin yang menutupi luka sementara waktu. Sementara terjadi pembentukan bekuan, darah atau cairan serosa keluar dari luka yang merupakan upaya tubuh untuk membersihkan luka secara alami (Eny dkk, 2009).
2. Inflamasi
Terjadi dilatasi pembuluh darah di sekitar luka, menimbulkan eritema local, edema, panas, rasa tidak nyaman, rasa berdenyut – denyut dan terkadang gangguan fungsional. Pada luka yang bersih fase ini berlangsung selama 36 jam, tetapi dapat lebih lama bila terjadi infeksi atau neukrosis (Eny dkk, 2009).

3. Proliferasi
Pada fase ini terjadi pertumbuhan jaringan baru melalui tiga proses, yaitu :
a) Granulasi
Kapiler dari sekitar pembuluh darah tumbuh kedasar luka. Pada waktu yang sama, fibroblas memproduksi jaringan kolagen yang akan meningkatkan kekuatan dan integritas stuktur jaringan luka. Jaringan granulasi yang sehat berwarna merah terang, halus bercahaya dan dasarnya tampak mengerut dan tidak mudah berdarah (Eny dkk, 2009).
b) Kontraksi Luka
Setelah luka berisi jaringan ikat, fibroblas terkumpul di sekitar tepi luka dan berkontraksi, merapatkan kedua tepi luka. Terbentuk jaringan parut epitel fibrosa yang lebih kuat pada saat fibroblas dan serat kolagen mulai menyusut, menimbulkan kontraksi pada area tersebut dan obliterasi sebagian kapiler (Eny dkk, 2009).
c) Epitelisasi
Sel epitel baru tumbuh diatas permukaan luka untuk membentuk lapisan luar yang baru, yang dapat dikenali dengan warnanya putih bersemu merah dan semi transparan (Eny dkk, 2009).

4. Maturasi
Setelah epitelisasi selesai, jaringan yang baru mengalami remodeling untuk meningkatkan kekuatan regangan jaringan parut. Fase ini dapat berlangsung samapai 2 tahun (Eny dkk, 2009).

c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka Perineum
1. Faktor Eksternal
a. Tradisi
Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasca persalinan masih banyak digunakan,meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk perawatan kebersihan genital, masyarakat tradisional menggunakan daun sirih yang direbus dengan air kemudian dipakai untuk cebok. Penggunaan ramuan obat untuk perawatan luka dan tehnik perawatan luka yang kurang benar merupakan penyebab terlambatnya penyembuhan (Morison, 2003).
b. Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangatmenentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang, terlebih masalah kebersihan maka penyembuhan lukapun akan berlangsung lama (Morison, 2003).
c. Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik (Morison, 2003).
d. Penanganan petugas
Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat oleh penanganan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan lama penyembuhan luka perineum (Morison, 2003).
e. Gizi
Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan mempercepat masa penyembuhan luka perineum (Morison, 2003).

2. Factor Internal
a. Usia
Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir stress seperti trauma jaringan atau infeksi (Ruth dan Wendy, 2004).
b. Cara perawatan
Perawatan yang tidak benar menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan. Karena perawatan yang kasar dan salah dapat mengakibatkan kapiler darah baru rusak dan mengalami perdarahan (Ruth dan Wendy, 2004). Kemungkinan terjadinya infeksi karena perawatan yang tidak benar dapat meningkat dengan adanya benda mati dan benda asing. Jika luka dirawat dengan baik maka kesembuhannya juga akan lebih cepat (Ruth dan Wendy , 2004).
c. Personal hygiene
Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman. Adanya benda asing, pengelupasan jaringan yang luas akan memperlambat penyembuhan dan kekuatan regangan luka menjadi tetap rendah (Ruth dan Wendy, 2004). Luka yang kotor harus dicuci bersih. Bila luka kotor, maka penyembuhan sulit terjadi. Kalaupun sembuh akan memberikan hasil yang buruk.
d. Aktivitas berat dan berlebihan
Menghambat perapatan tepi luka. Mengganggu penyembuhan yang diinginkan (Ruth dan Wendy, 2004).
e. Infeksi
Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat penyembuhan luka (Ruth dan Wendy, 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar